1.1 Latar
Belakang
Ketidak-tentuan adalah merupakan bagian
tidak terpisahkan dalam menganalisis sistem transportasi. Prilaku manusia, yang
menjadi fokus utama dalam analisis transportasi, mempunyai banyak variasi yang
perlu dipertimbangkan. Secara konvensional, dalam rekayasa dan perencanaan
transportasi, aspek ketidak-tentuan ini sering diabaikan/disederhanakan atau
dipertimbangkan dengan satu paradikma pendekatan yaitu teori probabilitas (Kikuchi,
2005).
Khusus dalam Model Pembebanan Jaringan
yang merupakan model terakhir dari rangkaian Model Perencanaan Transportasi
Empat Tahap (MPTEP), faktor utama ketidak-tentuan persepsi pengguna terhadap
biaya perjalanan, biasa dimodelkan dalam kerangka teori probabilitas dengan
menggunakan model utilitas acak (random utility model). Inokuchi
(2002) mengatakan bahwa pendekatan ini kurang realistik karena
tidak mungkin menyatakan biaya perjalanan secara akurat dengan pendekatan human
recognition jika menggunakan model utilitas acak (random utility model).
Pemecahan masalah model pembebanan
jaringan dengan metode Sistem Fuzzy dikatakan lebih realistik, karena
pada kenyataannya permasalahan transportasi (terutama pembebanan jaringan)
lebih bersifat real-life, tidak-pasti, subyektif, dan tidak-teliti (imprecise).
Sebagai contoh: ketika kita melakukan perjalanan, kita mengatakan bahwa waktu
perjalanan dari A ke B “sekitar 10 menit”. Terlihat bahwa informasi yang
bersifat linguistik “sekitar” merupakan faktor yang bersifat tidak dapat
diukur dengan tepat (mempunyai rentang nilai tertentu). Beberapa peneliti yang
telah menggunakan metode sistem fuzzy antara lain: Akiyama (1998)
dan Inokhuci (2002) melakukan pembebanan jaringan pada jaringan
sederhana dengan pengukuran nilai kemungkinan waktu-tempuh-fuzzy
(fuzzy travel time) terhadap fungsi tujuan-fuzzy (fuzzy goal)
untuk setiap rute, Benetti (2002) mengembangkan model bilangan-segitiga-fuzzy
(triangular fuzzy numbers - TFN) untuk menggambarkan biaya lintasan (path)
dan segmen (arc), Liu (2003) membangun model bilangan-segitiga-fuzzy
dari ruas untuk menggambarkan persepsi pengguna terhadap waktu tempuh pada
beberapa kondisi lalu-lintas (normal, macet, kecelakaan, dan pengerjaan konstruksi), dan Akiyama
(1999) menggunakan bilangan-segitiga-fuzzy untuk mendeskripsikan
persepsi pengguna dan digunakan sebagai variabel input dalam Jaringan
Syaraf Tiruan.
Berdasarkan pada permasalahan dan
beberapa penelitian terdahulu, penelitian ini akan mengembangkan Model
Pembebanan Lalu Lintas dengan pendekatan sistem fuzzy dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang belum dipernah diteliti sebelumnya.
Faktor-faktor ini antara lain: model bilangan-fuzzy yang digunakan,
model pencarian rute dalam kondisi fuzzy, dan implementasi model dalam
jaringan komplek.
2.1 Permasalahan
1)
Metode apa yang digunakan pada studi kasus
pemilihan rute Daerah Istimewa Yogyakarta?
2)
Apa yang dimaksud
dengan moda darat, laut dan udara?
3)
Sebutkan
elemen-elemen antrian?
Berikut ini akan disampaikan teori-teori
yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.
a)
Pemilihan Rute dan
Pembebanan Lalu lintas
a)
Konsep Dasar
Pemodelan pemilihan rute dibuat untuk
tujuan menentukan jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i
ke zona tujuan d dengan menggunakan rute r (Tidr)
dari jumlah total pergerakan yang terjadi antara setiap zona asal i
ke zona tujuan d (Tid). Konsep pemodelan pemilihan
rute pada sudut pandang analisis jaringan adalah analisis kebutuhan-sediaan
sistem transportasi (pembebanan).
Faktor yang dapat mempengaruhi pengguna
jalan dalam melakukan pemilihan rute, antara lain: waktu tempuh, jarak, biaya
(bahan bakar dan lainnya), kemacetan dan antrian, jenis manuver yang dibutuhkan,
jenis jalan raya (jalan tol, arteri), pemandangan, kelengkapan rambu dan marka
jalan, serta kebiasaan. Model pemilihan rute dapat dikatakan ideal jika
mengakomodasi semua faktor yang mempengaruhi prilaku pengguna jalan dalam
melakukan pemilihan rute. Tetapi jika mempertimbangkan semua faktor pengaruh
yang ada maka model akan menjadi rumit dan tidak praktis dalam penggunaannya.
Dengan alasan pertimbangan kepraktisan dalam pemodelan pemilihan rute maka
faktor yang sering dipertimbangkan sebagai biaya adalah waktu tempuh.
Pendekatan lainnya adalah dengan menggunakan dua faktor utama, yaitu biaya
pergerakan dan nilai waktu. Biaya pergerakan dianggap proporsional dengan jarak
tempuh.
Model pemilihan rute dapat
diklasifikasikan berdasarkan dua faktor pertimbangan yang didasari pengamatan
bahwa tidak setiap pengendara dari zona asal yang menuju zona tujuan akan
memilih rute yang persis sama, yaitu:
perbedaan persepsi pribadi tentang biaya
perjalanan karena adanya perbedaan kepentingan atau informasi yang tidak jelas
dan tidak tepat mengenai kondisi lalulintas pada saat itu; dan
peningkatan biaya karena adanya
kemacetan pada suatu ruas jalan yang menyebabkan kinerja beberapa rute lain menjadi
lebih tinggi sehingga meningkatkan peluang untuk memilih rute tersebut.
Perbedaan dalam tujuan dan persepsi
menghasilkan proses penyebaran kendaraan pada setiap rute yang dalam hal ini
disebut proses stokastik dalam proses pemilihan rute. Klasifikasi model
pemilihan rute sesuai dengan asumsi yang melatar belakanginya adalah
seperti tercantum pada Tabel 1.
Tabel
2.1 Klasifikasi
Model Pemilihan Rute
|
Kriteria
|
|
Efek stokastik
dipertimbangkan ?
|
|
|
|
|
Tidak
|
Ya
|
|
|
|
|
|
|
||
|
Efek batasan
kapasitas
|
Tidak
|
All-or-nothing
|
Stokastik murni
(Dial, Burrel)
|
|
|
|
|
Keseimbangan-pengguna-
|
|
|
|
dipertimbangkan ?
|
Ya
|
Keseimbangan Wardrop
|
|
|
|
stokastik
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
Sumber: Tamin
(2000)
b)
Pembentukan Pohon
Dua algoritma dasar yang sering
digunakan untuk pembentukan pohon dalam suatu jaringan jalan adalah algoritma
yang dikembangkan oleh Moore (1957) dan Dijkstra (1959).
Keduanya diterangkan dengan notasi berorientasi simpul: jarak (biaya) ruas antara dua titik A
dan B dalam suatu jaringan dinotasikan dengan d Rute didefinisikan dalam
bentuk urutan simpul yang saling berhubungan, A-C-D-H dan seterusnya,
sedangkan jarak ke rute adalah penjumlahan setiap ruas yang ada dalam rute
tersebut (Tamin 2000).
c)
Faktor Penentu Utama
Faktor penentu utama dalam pemilihan
rute terdiri dari: waktu tempuh, nilai waktu dan biaya perjalanan.
1)
Waktu Tempuh
Waktu tempuh adalah waktu total
perjalanan yang diperlukan, termasuk berhenti dan tundaan, dari suatu tempat ke
tempat lain melalui rute tertentu.
|
|
2)
Waktu Tempuh
Waktu tempuh adalah waktu total
perjalanan yang diperlukan, termasuk berhenti dan tundaan, dari suatu tempat ke
tempat lain melalui rute tertentu.
3)
Nilai Waktu
Nilai waktu yang dimaksud adalah nilai
waktu perjalanan. Salah satu hasil usaha pendefinisiannya adalah sejumlah uang
yang disediakan seseorang untuk dikeluarkan (atau dihemat) untuk menghemat satu
unit waktu perjalanan.
4)
Biaya Perjalanan
Biaya perjalanan dapat dinyatakan dalam
bentuk uang, waktu tempuh, jarak, atau kombinasi ketiganya yang biasa disebut
biaya gabungan.
semua biaya dari setiap ruas jalan, dapat
ditentukan rute terbaik yang dapat dilalui pada jaringan jalan tersebut.
Tetapi, sebenarnya persepsi setiap pengendara terhadap biaya perjalanan
berbeda-beda sehingga sukar menjabarkan perbedaan ini ke dalam bentuk pemilihan
rute yang sederhana.
as dan efek stokastik dapat juga
dianalisis dalam bentuk biaya perjalanan. Dapat diasumsikan bahwa setiap
pemakai jalan memilih rute yang meminimumkan biaya perjalanannya dan ini sangat
beragam. Jadi, diperlukan usaha untuk mendapatkan ‘rata-rata’ biaya perjalanan
yang sesuai untuk semua pengendara. Metode yang paling sering digunakan adalah
dengan mendefinisikan biaya sebagai kombinasi linear antara jarak dan waktu
seperti yang dinyatakan persamaan 1 (Tamin, 2000).
|
Biaya
= a1 x waktu + a2 x jarak + a3
|
(1)
|
|
|
|
a1
= nilai waktu (Rp/jam)
a2
= biaya operasi kendaraan (Rp/km)
a3
= biaya tambahan lain (harga karcis tol)
Biaya
operasi kendaraan antara lain mencakup penggunaan bahan bakar, pelumas, biaya
penggantian (misalnya ban), biaya perawatan kendaraan, dan upah atau gaji
b)
Teori Sistem Fuzzy
(SF) dan Model Pembebanan Fuzzy
Teori himpunan fuzzy merupakan
pengembangan dari teori himpunan konvensional (himpunan crisp). Di dalam
teori himpunan konvensional, suatu elemen hanya dapat digolongkan sebagai
“anggota” atau “bukan anggota” dari suatu himpunan. Sehingga jika satu elemen
merupakan anggota dari himpunan akan mempunyai tingkat keanggotaan (membership
level) penuh (1.0) dan jika satu elemen bukan anggota himpunan akan
mempunyai tingkat keanggotaan 0.0. Tingkat keanggotaan elemen di dalam himpunan
dinyatakan sebagai pemetaan ke 0 dan 1 yang secara matematis dinotasikan
sebagai A x 0,1 . Suatu misal, jika set A
adalah merupakan suatu himpunan bilangan real, maka secara matematis
tingkat keanggotaan suatu elemen x di dalam himpunan A dapat
dinyatakan dengan persamaan 2.
|
10.
|
jika
|
x A
|
(2)
|
|
|
A x
|
jika
|
x A
|
|
|
|
0.0
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
0.0
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.1 Metodologi
Program kerja secara umum dalam Gambar
2.1 dibuat agar setiap
tahap kegiatan dari proses penelitian ini dapat berjalan dengan baik dan
sistematis sedemikian sehingga selanjutnya akan digunakan sebagai dasar dan
pedoman dalam pelaksanaan penelitian untuk mencapai sasaran dan tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
a)
Pengembangan Model Fuzzy Biaya Perjalanan
Model
Fuzzy Biaya Perjalanan yang akan dikembangkan adalah:
|
|
|
|
~
|
ta (xa
)
|
|
|
ta (xa
) ta (xa
) a
|
|
||||
|
~
|
|
|
ta
(xa )
|
|
|
|
p
|
|
|
|||
|
|
|
a
p
|
|
|
|
b)
Pengembangan Model
Pembebanan Fuzzy
Secara garis besar pengembangan Model
Pembebanan Fuzzy merupakan pengembangan model pembebanan stokastik
dengan: (1). Input biaya perjalanan berupa biaya perjalanan fuzzy,
(2). Pemilihan rute dengan metode Fuzzy-Shortest-Path, dan (3).
Mempertimbangkan batasan kapasitas.
4.1 Jenis Moda
Transportasi
a) Moda darat
1) Jalan
Merupakan
moda yang sangat kental dalam kehidupan kita sehari-hari memenuhi kebutuhan
transportasi. Moda jalan mempunyai fleksibilitas yang tinggi sepanjang didukung
dengan jaringan infrastruktur.
2) Kereta api
Merupakan
moda yang digunakan pada koridor dengan jumlah permintaan yang tinggi, dimana
alat angkut kereta api yang berjalan diatas rel. Moda kereta api tidak se
fleksibel seperti moda jalan namun hanya dapat digunakan bila didukung oleh
jaringan infrastruktur rel kereta api.
3) Angkutan Pipa
Merupakan
moda yang umumnya digunakan untuk bahan berbentuk cair atau pun gas, pipa
digelar diatas tanah, ditanam pada kedalaman tertentu di tanah atau pun digelar
melalui dasar laut.
4) Angkutan Gantung
merupakan
moda yang biasanya dipakai untuk keperluan khusus. Misalnya wisata dan bukan
untuk keperluan sehari-hari.
b)
Moda
Laut
Karena sifat fisik air yang menyangkut daya apung
dan gesekan yang terbatas, maka pelayaran merupakan moda angkutan yang paling
efektip untuk angkutan barang jarak jauh barang dalam jumlah yang besar.
Pelayaran dapat berupa pelayaran paniai, pelayaran antar pulau, pelayaran
samudra ataupun pelayaran pedalaman melalui sungai atau pelayaran di danau.
Didalam pelayaran biaya terminal dan perawatan alur merupakan komponen biaya
paling tinggi, sedangkan biaya pelayarannya rendah. Ukuran kapal cenderung
semakin besar pada koridor-koridor pelayaran utama, dimana pada tahun 1960an
ukuran kapal yang paling besar mencapai 100.000 dwt tetapi sekarang sudah mulai
digunakan kapal tangker MV Knock Nevis 650 ribu ton dengan panjang 458 meter,
draft 24,6 meter.
c) Moda Udara
Moda transportasi udara mempunyai karakteristik
kecepatan yang tinggi dan dapat melakukan penetrasi sampai keseluruh wilayah
yang tidak bisa dijangkau oleh moda transportasi lain. Di Papua ada beberapa
kota yang berada di pedalaman yang hanya dapat dihubungkan dengan angkutan
udara, sehingga papua merupakan pulau dengan lebih dari 400 buah
bandara/landasan pesawat/air stripdengan panjang landasan antara 800 sampai 900
meter. Perkembangan industri angkutan udara nasional, Indonesia sangat
dipengaruhi oleh kondisi geografis wilayah yang ada sebagai suatu negara
kepulauan. Oleh karena itu, Angkutan udara mempunyai peranan penting dalam
memperkokoh kehidupan berpolitik, pengembangan ekonomi, sosial budaya dan
keamanan & pertahanan.
Kegiatan transportasi udara terdiri atas :
angkutan udara niaga yaitu angkutan udara untuk umum dengan menarik bayaran,
dan angkutan udara bukan niaga yaitu kegiatan angkutan udara untuk memenuhi
kebutuhan sendiri dan kegiatan pokoknya bukan di bidang angkutan udara. Sebagai
tulang punggung transportasi adalah angkutan udara niaga berjadwal, sebagai
penunjang adalah angkutan niaga tidak berjadwal, sedang pelengkap adalah
angkutan udara bukan niaga.
5.1 Elemen- elemen Teori Antrian
Elemen
sistem antrian merupakan komponen yang merupakan bagian atau anggota dari
sistem antrian, yaitu :
a)
Pelanggan
Pelanggan
adalah orang atau barang yang menunggu untuk dilayani. Arti dari pelanggan
tidak harus berupa orang, misalnya saja antrian pada loket pembayaran di
supermarket, orang yang menunggu giliran membayar termasuk pelanggan, begitu
juga barang-barang yang menunggu untuk dihitung oleh kasir juga dapat dikatakan
sebagai pelanggan.
b)
Pelayan
Pelayan
adalah orang atau sesuatu yang memberikan pelayanan. Seperti halnya pelanggan,
pelayan juga tidak harus berupa orang. Misalnya pada pengambilan uang melalui
ATM, mesin ATM dalam hal ini merupakan pelayan.
c)
Antrian
Antrian
merupakan kumpulan pelanggan yang menunggu untuk dilayani. Antrian tidak harus
merupakan garis tunggu yang memanjang. Misalnya saja antrian pada panggilan
telepon, tidak berupa garis tunggu seperti yang kita jumpai pada antrian di
pembelian tiket bioskop.
- DAFTAR PUSTAKA
Han, L. (2003, Januari 30). ITS
Review. Retrieved Juli Senin, 2009, from ITS:
http://ITSReviewonline/spring2003 /trb2003/liu-algorithm.pdf
Sari, K. (2003). Artificial
Intellengence (Teknik dan Aplikasinya). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tanaka, A., & Narzuki, T. (1998).
The Proposal Of Fuzzy Traffic Assignment Models. Proceedings of The Eastern
Asia Society for Transportation Studies (pp. 263-277). Tokyo: EASTS.
https://id.wikibooks.org/wiki/Moda_Transportasi/Ragam_moda_transportasi
https://yog1e.wordpress.com/2009/12/09/elemen-dan-karakteristik-sistem-antrian/